Motivation - Mungkin baru saja mendengar dengan sindrom satu ini, namun jika anda pernah menemukan orang yang mengidap sindrom ini, hanya ada satu kata yang bisa mewakili dari sekian banyak kata yang mesti anda lakukan, apakah itu? itu adalah mempengaruhinya.
Orang yang terkena sindrom ini, akan sangat mudah dipengaruhi, mengapa demikian? Pertama - tama anda harus ketahui dulu apa itu sindrom stockholm. Dengan membaca kisah penculikan ini, mungkin anda sudah mengerti.
Ini adalah kisah yang berawal dari penyekapan Jaycee Lee Dugard oleh Phillip Garrido selama 18 Tahun, sebelum akhirnya dibebaskan saat ia berusia 28 tahun. Anehnya, selama dalam masa penculikan, Jaycee justru membantu Phillip melakukan pekerjaan rumah seperti mengirim email, membereskan rumah dan menerima telepon yang masuk di toko tempat Phillip bekerja.
Jaycee bahkan pergi ke luar rumah dan mempunyai banyak kesempatan untuk melarikan diri meski mendapat perlakuan buruk seperti penganiyaan dan pemerkosaan tapi nyatanya ia tidak melarikan diri.
Setelah Jaycee berhasil dibebaskan, Carl Probyn, ayah tiri Jaycee mengatakan, “Jaycee mempunyai perasaan yang kuat terhadap lelaki ini. Bahkan, dia merasa hubungan mereka sudah seperti sepasang suami istri saja.”
Dalam ilmu psikologi, fenomena ini disebut sebagai Sindrom Stockholm. Pada kasus penculikan, pihak yang diculik menumbuhkan rasa empati dan perasaan positif terhadap penculiknya, bahkan hingga tahap membela si penjahat.
Perasaan irasional ini bisa terjadi karena saat berada dalam kondisi penuh penderitaan dan siksaan, sedikit saja perlakuan positif dari pihak penculik kemudian disalahartikan oleh pihak yang diculik. Pada awalnya, perasaan ini menjadi semacam mekanisme pertahanan bagi orang yang diculik, namun dapat pula tumbuh menjadi rasa sayang yang lebih dalam lagi.
Sindrom Stockholm dinamai berdasarkan kasus perampokan sebuah bank di daerah Norrmalmstorg, Stockholm, Swedia. Empat karyawan bank tersebut disekap di bulan Agustus 1973 selama 5 hari sebelum berhasil dilepaskan.
Saat korban berhasil dibebaskan, ternyata para korban justru memeluk dan mencium para penculik bahkan membela para penculik saat mereka hendak dipenjara. Data pada Hostage Barricade Database System milik FBI menunjukkan 27% korban penculikan menunjukkan gejala Sindrom Stockholm.
Nama Sindrom Stockholm sendiri pertama kali dicetuskan oleh seorang ahli kriminologi dan psikiatri, Nils Bejerot, yang membantu polisi menangani perampokan Norrmalmstorg saat ia diwawancarai media.
Definisi lengkap dari istilah Sindrom Stockholm ini lalu diperjelas oleh seorang psikiater, Frank Ochberg, dan digunakan selanjutnya untuk menangani korban penculikan. Istilah Sindrom Stockholm ini kemudian muncul dan digunakan di beberapa film seperti Die Hard, The World Is Not Enough, dan Black Lagoon.
Jaycee bahkan pergi ke luar rumah dan mempunyai banyak kesempatan untuk melarikan diri meski mendapat perlakuan buruk seperti penganiyaan dan pemerkosaan tapi nyatanya ia tidak melarikan diri.
Setelah Jaycee berhasil dibebaskan, Carl Probyn, ayah tiri Jaycee mengatakan, “Jaycee mempunyai perasaan yang kuat terhadap lelaki ini. Bahkan, dia merasa hubungan mereka sudah seperti sepasang suami istri saja.”
Dalam ilmu psikologi, fenomena ini disebut sebagai Sindrom Stockholm. Pada kasus penculikan, pihak yang diculik menumbuhkan rasa empati dan perasaan positif terhadap penculiknya, bahkan hingga tahap membela si penjahat.
Perasaan irasional ini bisa terjadi karena saat berada dalam kondisi penuh penderitaan dan siksaan, sedikit saja perlakuan positif dari pihak penculik kemudian disalahartikan oleh pihak yang diculik. Pada awalnya, perasaan ini menjadi semacam mekanisme pertahanan bagi orang yang diculik, namun dapat pula tumbuh menjadi rasa sayang yang lebih dalam lagi.
Sindrom Stockholm dinamai berdasarkan kasus perampokan sebuah bank di daerah Norrmalmstorg, Stockholm, Swedia. Empat karyawan bank tersebut disekap di bulan Agustus 1973 selama 5 hari sebelum berhasil dilepaskan.
Saat korban berhasil dibebaskan, ternyata para korban justru memeluk dan mencium para penculik bahkan membela para penculik saat mereka hendak dipenjara. Data pada Hostage Barricade Database System milik FBI menunjukkan 27% korban penculikan menunjukkan gejala Sindrom Stockholm.
Nama Sindrom Stockholm sendiri pertama kali dicetuskan oleh seorang ahli kriminologi dan psikiatri, Nils Bejerot, yang membantu polisi menangani perampokan Norrmalmstorg saat ia diwawancarai media.
Definisi lengkap dari istilah Sindrom Stockholm ini lalu diperjelas oleh seorang psikiater, Frank Ochberg, dan digunakan selanjutnya untuk menangani korban penculikan. Istilah Sindrom Stockholm ini kemudian muncul dan digunakan di beberapa film seperti Die Hard, The World Is Not Enough, dan Black Lagoon.
0 komentar:
Posting Komentar